5:53 PM

Menjadi Manusia Baru Yang Terus Menerus Diperbaharui

MENJADI MANUSIA BARU
YANG TERUS MENERUS DIPERBAHARUI

Oleh: Pendeta Yosafat Ari Wibowo

Bacaan : Yohanes 20: 1-18
Tujuan : Anggota Gereja/ Jemaat menghayati relasi baru dalam mewujudkan peran relasi bergereja di tengah masyarakat.


Jemaat yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,

Istilah, “sudah jatuh tertimpa tangga” bagi kita adalah istilah yang sering kita dengar dan sangat kita pahami maksudnya. Yaitu dimana seseorang yang berada dalam keadaan kesulitan dan masih harus menghadapi kesulitan2 yang beruntun. Misalnya; seorang bapak memboncengkan anaknya naik motor. Tanpa sengaja dia menabrak seorang anak dan harus membiayaai perawatan anak tersebut di rumah sakit. Sedangkan dia sendiri bersama anaknya juga mengalami kesakitan dan harus dirawat di rumah sakit, termasuk motornya rusak dan harus diperbaiki. Untuk ongkos itu semua dia harus meminjam kepada seseorang namun peristiwa tragis dia alami. Uang hasil pinjaman tersebut dirampok.
Contoh lain lagi; seorang pengusaha berspekulasi dalam usahanya. Dengan harapan dapat untung dan berkembang usahanya dia berani untuk mengeluarkan modal yang besar. Namun tak di duga dia gagal dalam rencana itu. Perusaannyapun bangklrut, dia harus menjual barang berharga miliknya untuk menutup hutang-hutangnya. Anak-anaknya putus sekolah dan menjadi berandalan. Lebih tragis lagi, istrinya meninggalkannnya.
Keadaan “sudah jatuh tertimpa tangga” tersebut dapat pula kita temukan dalam kesaksian Alkitab. Tokoh Alkitab, Bapa Ayub, bisa dikatakan dia “sudah jatuh tertimpa tangga”. Tak bisa dibayangkan penderitaan Ayub. Anak2nya mati, harta benda dan kekayaannnya musnah, sahabat2nya melecehkan dia, dan istrinya meninggalkan dia.
Dalam kondisi semacam itu, orang mudah sekali untuk jatuh dalam keputusasaan. Rasanya tiada jalan lagi untuk menyelesaikan persoalan dan tiada daya lagi untuk bangkit menjadi manusia yang tegar. Tidak sedikit dalam kondiosi semacam ini hati dan pikiran seseorang dibutakan oleh kondisi yang menyedihkan. Mereka kehilangan kepercayaan diri. Mereka kehilangan relasi dengan Allah dan sesama.
Jemaat yang terkasih di dalam Tuhan Yesus Kristus,
Kondisi semacam itu rasanya juga tengah dirasakan oleh Maria Magdalena dalam perikop kita ini. Bisa dipahami jikalau Maria Magdalena mengalami kepahitan dan keputusasaan. Pertama, dia adalah seorang perempuan Yahudi, yang dalam budaya dia berada di bawah kaum laki-laki dan sering mengalami diskriminasi. Kedua, dia dikenal sebagai seorang pelacur, wanita penggoda. Ketiga, dari nama Magdalena muncul pengertian pezinah, dia harus menanggung hal itu sepanjang dia menyandang nama Magdalena. Dengan keadaan seperti ini sungguh berat bagi maria Magdalena menghadapi kehidupannya.
Namun Maria sangat bersyukur, ketika ia mengalami perjumpaan dengan Kristus dan murid2nya ternyata tidak demikian sikap yang diperlihatkan Yesus kepada dirinya! Yesus tidak menjauhi dan menghakimi sebagai manusia yang harus memiliki beban sepanjang hidupnya. Tuhan Yesus bersedia menolong beban penderitaannya, melepaskannya dari kuasa 7 roh jahat yang membelenggu Maria Magdalena (Luk 8:2; Mrk 16:9). Yesus mengasihinya, memberikan pengampunan dan menawarkan pembebasan! Sebagai seorang Maria Magdalena, bahkan makin terang dalam keyakinannya bahwa dalam pengampunan Kristus, ia sekarang dijadikan Manusia Baru!
Pengalaman iman yang dialami oleh Maria Magdalena sangat menyentuh bagi kita, sebab pengalamannya juga menggambarkan pengalaman iman kita dalam mengikut Yesus. Pada mulanya maria Magdalena mempunyai iman yang egois. Hal ini nampak dari rasa dukanya yang mendalam ketika Yesus mati dan ternyata mayatNya tidak ada pada tempatnya, dia larut dalam dukacitanya. Maria hanya memikirkan apa yang dia lihat dan dia rasakan yaitu kesedihan ditinggal dan kehilangan Yesus, sampai2 dia lupa akan segala perkataan yang poernah dikatakan oleh Yesus, bahwa Dia akan bangkit dari mati. kasihNya kepada Kristus tidak diragukan lagi, mengingat pengalaman hidupnya yang di tolong oleh Yesus. Tetapi kasih dan iman kepada Yesus tersebut menjadi tidak berkembang ketika dia hanya terpaku pada pikirannya sendiri bahwa Yesus sudah mati dan mayatnya diambil orang. “Tuhanku telah diambil orang dan aku tidak tahu di mana Ia diletakkan!”, pernyataan Maria tersebut menunjukkan betapa kasihnya kepada Yesus dan pikirannya hanya terpaku pada peristiwa itu saja. kita sering pula memiliki iman yang egois dalam mengikut Yesus. Ketika kita hanya menyimpan iman kepada Yesus tersebut hanya sebatas dalam lingkup pikiran saja tanpa mau menyatakan dalam tindakkan dan kasih kepada sesama menjadikan kita beriman egois.
Beruntung-lah bagi Maria Magdalena. Ketika Maria masih juga berpijak pada apa yang ia pikirkan, dan bahkan menyangka Yesus sebagai penunggu taman, maka Yesus meluruskan sikap iman Maria dengan sapaan, dan Yesus memanggil dengan namanya: “Maria!” Sebuah sapaan Yesus yang mengembalikan fokus iman Maria kepada kuasa Yesus. Di sini Tuhan Yesus memperlihatkan fungsi dan perannya sebagai Gembala yang baik, yang memanggil domba-domba-Nya masing-masing menurut namanya dan menuntunnya (Yoh. 10:3). Kita tentu bisa memahami tindakan seorang bapak memanggil anak balitanya dengan suara yang agak keras dan tegas yang bertujuan untuk menghentikan aktifitasnya yang mungkin membahayakan dirinya. Misalnya, seorang anak balita bermain-main dengan benda berbahaya dan kalau dibiarkan akan mencelakakan dirinya. Maka dengan keras dan tegas bapak ittu memanggil; “tole....” atau namanya “Michael...” ketika panggilan itu terdengar maka akan menghentikan anak itu dari aktifitasnya yang membahayakan dirinya. Kita sering seperti anak balita tersebut dalam kehidupan kita, terlalu asyik dengan kesibukan dan aktifitas kita sehingga kita kehilangan pemahaman yang benar tentang Yesus dan relasi dengan sesama jadi berkurang. Oleh karena itu suara Allah sangat kita butuhkan untuk menghentikan keadaan tersebut dan kembali fokus pada Allah. Pergumulan iman yang berfokus kepada kuasa Yesus yang bangkit adalah iman yang hidup, sebuah pergumulan yang dikuasai sukacita, kecerahan, pengharapan, kesembuhan, keselamatan dan kehidupan.
Dalam iman yang berfokus pada Yesus, Maria Magdalena terus menerus diperbaharui menjadi manusia baru. Betapa tidak! Sekarang, Maria tidak perlu lagi mencemaskan relasinya dengan Tuhannya. Ia akan senantiasa beroleh penyertaan kasih Tuhan yang telah memulihkan relasinya dengan Tuhan. “...sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu...” (ay 17b). Inilah Rahmat Allah yang menjadikan relasi umat dan Tuhannya sungguh terwujud. Pernyataan Bapa-Ku dan Bapamu, Allah-Ku dan Allahmu, menyatakan betapa Yesus mengangkat harkat mereka yang percaya kepada-Nya.
Menghayati keberadaan sebagai manusia baru dari rahmat Allah yang terwujud dalam perjumpaannya dengan Yesus yang bangkit, Maria bahkan diutus untuk mewartakan semua ini! Kepada Maria sekarang dipercayakan sebuah misi untuk mewartakan! Maria dimungkinkan untuk memiliki iman yang berkarya di dalam kuasa Tuhan. Ia yang semula ada dalam cengkeraman beban kehidupan berat, menjadi bahan olokan, mendapat perlakuan tidak adil dan kesedihan terus membelenggunya, kini dengan tiada mampu ditahan, dan dengan keberanian ia bersaksi: “...Aku telah melihat Tuhan!” Iman yang berkarya itu membuahkan kabar baik bagi sesama! Iman yang berkarya itu menghadirkan kesaksian dalam relasi yang mensejahterakan sesama dan menghadirkan pola kehidupan yang benar dan adil di tengah hidup sesamanya!
Dari berita Paskah kali ini kita mendapat keteladanan dari Maria Magdalena, seorang wanita yang menemukan hidup baru dalam Kristus.
Patutlah kita merenungkan sikap Maria dan cinta kasihnya yang begitu besar kepada Tuhannya; karena meskipun para murid telah pergi meninggalkan makam, ia tetap tinggal. Ia tetap mencari Dia yang tidak ia jumpai, dan sementara ia mencari, ia menangis; terbakar oleh rasa kasih yang hebat kepada Tuhannya, ia merindukan Dia yang dikiranya telah diambil orang. Dan demikianlah terjadi bahwa perempuan yang tinggal untuk mencari Kristus adalah satu-satunya yang pertama melihat Dia.
Kesetiaan dan ketekunan yang terus diperbaharui di dalam Tuhan diperlukan dalam setiap perbuatan baik, juga dalam mengatasi segala persoalan berat hidup rumah-tangga kita dan juga di tengah relasi bermasyarakat! Bukti kasih dan kesetiaan kita kepada Tuhan kini perlu kita perjuangkan dalam langkah kita hari ini dan selamanya! Amin.

0 comments: