5:53 PM

Menjadi Pengikut Setia

Menjadi Pengikut Setia
Bacaan : Lukas 9:51-62
Pola asuh yang dilakukan oleh Tuhan Yesus adalah: “Ikutlah Aku!” Kepada seorang pemungut cukai bernama Matius, Tuhan Yesus memanggil dia dengan berkata: “Ikutlah Aku!” (Mat. 9:9). Demikian pula setelah kebangkitanNya Tuhan Yesus berkata kepada Petrus: “Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku” (Yoh. 21:22). Pola pendidikan dan pembinaan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus adalah mengajak orang-orang untuk berjalan mengikuti jalan hidupNya. Bagi Kristus, kebenaran dan keselamatan dari Allah bukan hanya sekedar suatu “transfer” (pemindahan) ilmu pengetahuan dari seorang guru kepada murid-muridnya. Tetapi kebenaran dan keselamatan dari Allah merupakan jalan hidup yang perlu dilewati bersama dengan Dia yang adalah Tuhan dan Juru-selamat. Karena itu untuk mengetahui dan memperoleh rahasia kebenaran dan keselamatan dari Allah, tidak ada cara lain kecuali kita bersedia mengikuti Kristus dan jalan-jalanNya secara langsung. Ini berarti mengikut Tuhan Yesus merupakan kesediaan manusia untuk berjalan bersama dengan Dia dalam penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikanNya ke sorga. Dengan demikian makna mengikut Tuhan Yesus berarti bersedia untuk mengikut Dia dalam penderitaan, kematian, kebangkitan dan kenaikanNya ke sorga.
Apabila prinsip teologis ini diabaikan, maka yang timbul dalam pikiran banyak orang untuk memahami makna mengikut Tuhan Yesus hanya berarti mengikut Dia dalam kemuliaanNya ke sorga saja. Bukankah banyak anggota jemaat dan umat Kristen saat ini masih menghayati makna mengikut Tuhan Yesus hanya untuk menginginkan berkat dan rezeki serta kemakmuran, tetapi mereka melupakan untuk mengikut Dia dalam penderitaan, kematian dan kebangkitanNya? Sehingga tidak mengherankan jikalau mereka beramai-ramai dengan sikap yang antusias berkata: “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi”. Ucapan yang sama juga diucapkan oleh salah seorang murid Tuhan Yesus. Dia berkata kepada Tuhan Yesus: “Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi” (Luk. 9:57). Keinginan dari murid Yesus tersebut seakan-akan sangat rohani dan setia, sebab dia akan “mengikut Yesus ke mana saja Dia pergi”. Padahal dia tidak menyadari bahwa mengikut Tuhan Yesus berarti dia harus siap dan bersedia untuk menderita, ditolak, dihina dan hidup dalam kekurangan materi. Itu sebabnya Tuhan Yesus memberi jawaban: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya” (Luk. 9:58). Ungkapan Tuhan Yesus tersebut mau menyatakan bahwa Dia sebenarnya tidak memiliki apa-apa secara duniawi. Dia adalah Anak Allah yang mulia, tetapi sekaligus Dia adalah Anak Manusia yang miskin. Jadi bilamana seseorang mau mengikut Kristus, berarti dia harus bersedia untuk tidak terikat dengan apapun secara duniawi sehingga dia dapat berjalan bersama dengan Kristus tanpa halangan. Sebab halangan atau hambatan utama bagi banyak orang untuk mengikut Kristus adalah mereka seringkali merasa memiliki banyak hal dan terikat dengan semua hal, sehingga hati mereka tidak mampu terarah secara penuh kepada jalan yang ditempuh oleh Tuhan Yesus.
Jawaban Tuhan Yesus yang berkata: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya” (Luk. 9:58) juga hendak mengingatkan bahwa Dia sebelumnya telah ditolak oleh orang-orang Samaria ketika Dia hendak melewati daerah mereka (Luk. 9:52-53). Jadi mengikut Dia berarti bersedia untuk ditolak oleh sesama tanpa harus menjadi marah dan tersinggung. Sebab kedua murid Tuhan Yesus, yaitu Yakobus dan Yohanes berkata dengan marah ketika orang-orang Samaria menolak, sehingga mereka berkata: “Tuhan, apakah Engkau mau, supaya kami menyuruh api turun dari langit untuk membinasakan mereka?” (Luk. 9:54). Bukankah kita juga seringkali bersikap seperti kedua murid Tuhan Yesus tersebut, yaitu kita menjadi marah manakala kehadiran dan karya pelayanan kita ditolak oleh sesama? Karena itu kita kemudian mohon agar Tuhan menjatuhkan hukuman dan murkaNya kepada orang-orang yang membenci dan menolak iman Kristen dan pelayanan gerejawi. Makna mengikut Kristus berarti kita dipanggil untuk menjadi orang-orang yang kaya dengan pengampunan kepada setiap orang yang melawan dan yang membenci kita. Sebab mengikut Kristus berarti kita menjadi orang-orang yang kaya dalam spiritualitas dan kasih, walau mungkin kita hidup serba miskin dan penuh kekurangan secara duniawi. Apa artinya kita mengikut Kristus dengan memiliki kekayaan yang sangat berlimpah, tetapi ternyata spiritualitas dan kasih kita sangat miskin?
Apabila orang pertama menyatakan ingin mengikut Tuhan Yesus ke mana saja Dia pergi tetapi dengan pemahaman teologis yang salah, maka kepada orang kedua, Tuhan Yesus berkata memanggil dia, yaitu: “Ikutlah Aku!” Ketika Tuhan Yesus berkata kepada Matius, si pemungut cukai, yaitu: “Ikutlah Aku!” maka disebutkan di Mat. 9:9 demikian: “Maka berdirilah Matius lalu mengikut Dia”. Tetapi ternyata orang kedua tersebut berkata: “Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku” (Luk. 9:59). Perkataan orang kedua tersebut sepertinya menggemakan kesetiaan seorang anak kepada orang-tuanya di Sepuluh Firman, yaitu: “Hormatilah ayah dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu” (Kel. 20:12). Padahal di balik alasan yang sangat rohani itu, tersirat suatu penolakan halus bahwa dia tidak dapat mengikut Kristus selama ayahnya masih hidup. Jadi selama ayahnya masih hidup, dia tidak dapat mengikut Kristus dan menjadi muridNya. Sebab mungkin ayahnya tidak percaya dan menolak Kristus, karena itu dia tidak ingin melukai hati ayahnya. Jadi dia akan mengikut Kristus setelah kelak ayahnya meninggal dan dikuburkan. Halangan dia untuk mengikut Kristus adalah “kasih” yang begitu besar kepada ayahnya, sehingga dia memutuskan untuk tidak mengikut Kristus sementara waktu. Padahal mengikut Kristus berarti sikap seseorang yang bersedia mengasihi Kristus lebih dari pada segala sesuatu termasuk kasih kepada ayah-ibu, kakak dan adik bahkan keluarga (bandingkan Mat. 10:37-38). Selama kita masih terikat dengan berbagai kepentingan keluarga dan menjadikan kepentingan keluarga tersebut sebagai fokus yang utama dan mutlak, maka kita tidak mungkin dapat mengikut Kristus. Jawaban Tuhan Yesus sungguh tajam kepada mereka yang menjadikan kepentingan keluarga sebagai yang utama dan menentukan, yaitu: “Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana” (Luk. 9:60).
Nada yang hampir sama juga diungkapkan oleh orang ketiga dalam hal mengikut Tuhan Yesus. Dia berkata kepada Tuhan Yesus, yaitu: “Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku” (Luk. 9:61). Orang ketiga tersebut tampaknya mengalami kesulitan untuk menentukan sikap dan mengambil keputusan yang sangat pribadi dalam mengikut Tuhan Yesus. Itu sebabnya dia terlebih dahulu minta persetujuan dari keluarganya. Dia tidak dapat mengambil keputusan sendiri, sebab keluarganya yang mampu memutuskan arah atau jalan hidup dan keputusan yang harus dia ambil. Karena itu orang ketiga tersebut sebenarnya tidak memiliki kematangan spiritualitas yang siap mengikut Kristus dengan segala konsekuensinya. Itu sebabnya Tuhan Yesus memberi jawab: “Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah” (Luk. 9:62). Dalam pengertian tersebut, apakah orang ketiga tersebut kini sungguh-sungguh mau merespon panggilan Kristus yang berbicara kepadanya, dan dengan penuh kesadaran diri dia mampu memutuskan untuk mengikut Dia dengan segala konsekuensinya? Ketika kita terus menengok ke belakang atau masa lalu, kita tidak pernah dapat mengikut Kristus karena kita tidak memiliki visi hidup yang jelas dan bernas.
Seorang murid yang baik bukan hanya mampu menyerap semua ilmu dan pengetahuan yang telah diajarkan oleh gurunya, tetapi juga dia sangat mengasihi gurunya dan tidak pernah meninggalkan gurunya dalam keadaan apapun juga. Apalagi ketika kita mengikut Tuhan Yesus sebagai Juru-selamat dunia. Seharusnya kita bukan hanya menjadi murid yang cerdas dan selalu mampu menyerap ajaran-ajaranNya yang penuh hikmat, tetapi juga apakah kita juga selalu setia mengikut Kristus ke manapun Dia pergi termasuk ketika Kristus menyongsong kesengsaraan dan kematianNya. Juga apakah kita selaku jemaatNya mau meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi diri kita untuk mengikut Kristus. Sebab seringkali terjadi tubuh fisik kita saja yang tampaknya mengikut Kristus, tetapi sesungguhnya roh atau jiwa kita masih terikat dengan berbagai hal yang duniawi.
Jika demikian kita perlu bertanya dengan jujur, apakah saat ini kita sungguh-sungguh telah mengikut Kristus dalam arti yang sesungguhnya? Apabila kita telah mengikut Kristus, apakah kita telah menjadikan Dia sebagai pusat dan orientasi serta tujuan hidup kita yang sesungguhnya? Jadi apakah kita rela dan ikhlas untuk menanggung semua risiko dan konsekuensi yang pahit dalam mengikut Kristus? Bahkan apakah kita tetap mau mengikut Kristus, walau mungkin orang-orang di sekitar kita menolak pelayanan dan kasih kita? Karena itu, apakah kita sungguh-sungguh ikhlas dengan penolakan atau perlawanan dari orang-orang tersebut tanpa harus membuat kita marah dan membalas yang jahat? Ataukah sikap kita dalam hal mengikut Kristus masih bersyarat, yaitu kita mau mengikut Kristus karena kita mengharapkan banyak berkat dan rezeki dalam kehidupan kita? Ataukah kita mengikut Kristus sebenarnya bukan didasari karena kemauan dan keputusan kita sendiri, tetapi karena ditentukan oleh orang lain dan keluarga kita? Jadi bagaimana sikap dan respon saudara untuk mengikut Kristus setelah mendengar firman Tuhan ini? Marilah kita sebagai umat Allah menjadi pengikut yang setia dan mengasihi Tuhan Yesus di tengah-tengah kehidupan yang saat ini telah mengabaikan kesetiaan dan kasih. Amin.
1. Jemaat Penyangga; jemaat yang dating dan menyembah secara teratur, memberikan waktu, tenaga, pikiran, dan uang.
2. Jemaat Spesial; menolong gereja bila dibutuhkan, tetapi belum tentu ke gereja.
3. Jemaat Butuh; hanya dating saat dibaptis, pemberkatan nikah dan upacara kematian (bisa sebagai yang mengadakan upacara atau yang diupacarai)
4. Jemaat Tahunan; hanya muncul pada saat Paskah dan Natal untuk memastikan apakah gerejanya masih ada di situ.
5. Jemaat Spons; jemaat yang menyerap semua berkat dan fasilitas yang disediakan gereja tanpa mau memberikannya kembali.
6. Jemaat Perusak, tukang berantem dan tukang kritik tanpa memberikan solusi.

0 comments: